Dalam perspektif psikologis bahwa jiwa yang
sehat dalam bentuknya yang paling sempurna adalah terciptanya “ketenangan” dan
kestabilan dalam diri seseorang sehingga menumbuhkan kepribadian yang normal.
berilut artikel yang bagus untuk melembutkan jiwa kita yang saya ambil dari http://adhimedia.wordpress.com
Menangis & Mengingat Mati
Kitab tarjamah Durrotun Nasihin menceritakan bahwa pada suatu
hari Rasulullah duduk bermajelis taklim bersama para sahabat. Topik yang
didawuhkan Rasulullah membuat para sahabat menangis.
Usamah bin Zaid yang saat itu belum bisa menangis berkata, “Aku
mengadu tentang kekerasan hatiku Ya Rasul. Kenapa ia demikian?”. Maka
Rasulullah meletakkan tangan beliau ke dada Usamah, lalu bersabda:
“Minggatlah hai musuh Allah”. Kemudian Usamah pun menangis karena
hatinya melembut setelah disentuh Rasulullah.
Setelah itu Rasulullah bersabda: “Kebekuan air mata
akibat hati yang keras. Kekerasan hati karena banyak dosa yang kemudian
lupa mengingat mati. Itu terjadi karena sering lama melamun harta dunia.
Dan cinta harta dunia merupakan pangkal segala kejahatan.”
Pembaca Lentera yang mulya, pada saat-saat tertentu hati kita ini
membutuhkan pencairan agar tidak beku dan mengeras. Diantara prosesnya
bisa dilakukan dengan cara menangis melelehkan air mata.
Kisah Usamah tadi serta dawuh Rasulullah menyiratkan pesan, bahwa orang yang hatinya keras bisa dicairkan dengan cara menangis taubatan nasuha menginsafi dosa, menghindari jebakan cinta harta dunia dan rajin merenungkan hari kematian.
Mengingat mati adalah ciri cerdas diri dan tanda orang yang beriman.
Begitu serius perintah ingat mati ini sampai Rasulullah pernah
mendapatkan peringatan “ilham kematian” dari Allah SWT dalam sebuah ayat
Al Quran, “Sesungguhnya engkau akan mati dan sesungguhnya mereka semua akan mati pula” (QS. 39: 30)
Relevansi menangis dan mengingat mati adalah proses pelembutan hati,
penenangan jiwa dan ikhtiar perbaikan etos kerja. Tangisan perenungan
akan melatih kepekaan jiwa, lembutnya hati, kesalehan sosial, kesantunan
ucapan dan keterampilan refleksi dosa diri.
Air mata taubat yang dialirkan secara serius dan khusyu’, menurut
Rasulullah, bisa memadamkan panas api neraka di akhirat nanti. Lewat
tangisan air mata kita, mata hati akan terbuka dan jernih menatap masa
depan akhirat. Perilaku menjadi zuhud dan tidak tergoda loba oleh pesona
kesenangan dunia.
Mengingat mati akan mengerem ambisi duniawi yang sering tak
terkendali. Selain itu ingat mati bisa meningkatkan etos kerja berlipat
ganda. Ya, karena dengan mengingat mati pekerjaan kita akan fokus untuk
dua tujuan sekaligus, yakni memenuhi kebutuhan akhirat dan dunia. Plus
menanggung kebutuhan keluarga sekaligus memikirkan kebutuhan bangsanya.
Hasil kerja akan ditasarufan untuk kebersamaan, dibagikan untuk
kepentingan agama, bangsa, dan negara yang membutuhkan. Bukan hanya
dinikmati untuk pribadi atau keluarganya saja. Karena paham bahwa
kematian bisa datang kapan saja, maka untuk memenuhi kebutuhan akhirat
dunia itu, waktu, energi, pikiran, harta dan tenaganya akan diforsir
sekuat-kuatnya. Seolah tidak sempat istirahat karena kuatir maut keburu
menjemput.
Maka segera saja kebutuhan itu harus dicukupi. Etos kerja dipacu dengan semangat fastabiqul khoirot,
berlomba menanam investasi sedekah plus setoran amal kebaikan. Bekerja
dan berusaha di dunia untuk kebutuhan keluarga dan umat, yang hasilnya
akan dituai setelah kita wafat.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran, “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. 59:19)
Melalui ayat tersebut, Allah memerintahkan agar kita berfikir tentang
“hari esok”, yakni mati yang sewaktu-waktu akan mengakhiri pekerjaan
kita di dunia ini.
Kembali pada fadhilah menangis, diceritakan dalam Durotun Nasihin,
bahwa sahabat Umar r.a. adalah pribadi yang sangat lembut hatinya. Walau
dikenal dengan karakter keras, namun beliau sering menangis karena
ingat kematian dan tuntutan amalan.
Setiap hari Jumat, beliau membaca buku catatannya selama sepekan.
Ketika mendapati perbuatannya yang tidak diridhoi Allah SWT, beliau
memukulkan cambuk pada tubuhnya sendiri sambil berkata, “Inikah yang kau
perbuat ?”.
Rasulullah pun pribadi yang lembut hatinya dan sering menangis
prihatin karena jiwa kasih memikirkan umatnya. Dalam sebuah hadis
diriwayatkan, “Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui,
niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” (HR. Bukhari
& Muslim).
Dua poin dari tulisan ini, yakni menangis dan mengingat mati dapat
kita jadikan renungan harian. Saat hati kita mengeras, beku, dan tidak
peduli pada nasib saudara sebangsa, cobalah menangis dengan mengingat
kematian yang segera tiba.
Ketika kesibukan karir ambisi duniawi memerkosa raga kita, menyita
konsentrasi dan energi, menghabiskan hari-hari, hingga melupakan Allah
SWT dan kehidupan akhirat, maka redakan nafsu itu dengan mengingat
mati.Diamkan sejenak aktifitas dan renungkan saat-saat kritis naza’,
ketika jasad berpisah dengan hayat.
Selanjutnya kita semua berharap dapat meneladani Rasulullah dan para
sahabat. Tentang ciri kepribadian beliau-beliau yang lembut hatinya dan
kuat etos kerjanya. Beliau bisa seperti itu karena membiasakan diri
dengan tangisan perenungan dan ingat hari kematian.
Pada kisah Usamah kita bisa belajar mencairkan kekerasan hati. Pada
kisah Umar r.a. kita bisa melenadani laku prihatin dan kebiasaan baik
menuliskan catatan amalan setiap pekan. Pada Rasulullah, kita belajar
menangis prihatin karena memikirkan bangsa manusia yang lupa akhiratnya
akibat sibuk memenuhi kebutuhan dunianya saja.
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis, bahwa amalan diangkat setiap
hari Senin dan Kamis. Maka saya ajak pembaca Lentera semua untuk
merenungi hari ini. Tengok bagaimana isi catatan amalan kita? Sudah
penuh kebaikan atau justeru dipenuhi kejahatan?
Mumpung masih hidup dan belum mati, segeralah koreksi diri. Tangis
air mata kita akan melembutkan hati dan bersemangat menyiapkan bekal
hidup setelah wafat. Sebagai renungan penutup, mari kita renungi firman
Allah melalui ayat Al Quran berikut ini:
“Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang
siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh
ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan.” (QS. 3:185)
/